Indonesia berduka, Bendera setengah tiang berkibar. Eyang Habibie telah meninggalkan kita semua pada tanggal 11 September 2019. Namun, dedikasi, integritas dan loyalitasnya terhadap negeri ini tidak akan pernah hilang.
Ada banyak sekali peninggalan beliau semasa hidupnya untuk Indonesia bahkan dunia. Mulai dari teori tentang pesawat terbang, pengembangan pesawat terbang, hingga kisah cintanya dengan mendiang ibu Ainun yang sangat menginspirasi.
Tapi, tahukah kamu jika beliau sempat membuat mobil nasional untuk Indonesia yang bernama Maleo? Berikut ini adalah sedikit cerita dibalik Mobil Maleo, Mobil Nasional Karya Eyang B.J. Habibie Yang Tidak Pernah Terwujud yang saya dapatkan dari thread di twitter oleh Wihara Mahabodhi @aimrod https://twitter.com/aimrod/status/1171775286695776257
Sekilas tentang Maleo, Mobil Nasional Karya Eyang Habibie
Jauh sebelum ribut-ribut Esemka saat ini, pada tahun 1990an, Indonesia sempat ada di fase dimana industri otomotif nasional berada di titik tertinggi yaitu siap untuk memproduksi kendaraan dengan merk sendiri.
Pada tahun 1995, pemerintah saat itu menyiapkan aturan pengembangan industri otomotif nasional. Kala itu Indonesia berencana untuk memiliki satu perusahaan induk mobil nasional yang mana dalam perusahaan ini nantinya ada berbagai macam merk.
Konsepnya, tiap merk nantinya akan memproduksi jenis kendaraan yang berbeda-beda untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Dengan konsep ini, maka dimungkinkan juga untuk melakukan platform sharing yang mana akan menekan biaya produksi.
Dengan membentuk PT Industri Mobil Nasional, pemerintah mencoba menarik berbagai perusahaan untuk ikut dalam perusahaan ini. Dengan iming-iming pinjaman tanpa bunga dan insentif pajak, banyak perusahaan yang tertarik.
Namun kemudian hanya 3 yang terpilih:
- PT Timor Putra Nasional milik Tommy Soeharto
- Grup Bakrie milik Aburizal Bakrie dan
- PT Maleo Nasional milik Eyang Habibie
Ketiga merk ini kemudian diposisikan ke pasar yang berbeda. Grup Bakrie ditugaskan membuat MPV murah pesaing Suzuki Carry dan Daihatsu Hijet/Espass.
Maleo ditugaskan untuk membuat mobil untuk masyarakat perkotaan dengan harga 30-40 jutaan saat itu. Sementara Timor nantinya akan keluar setelah 2 mobil ini.
Pada perkembangannya, ketiganya akhirnya jalan sendiri-sendiri. Bakrie misalnya, lewat bantuan rumah desain Inggris, Shado, membuat Bakrie Beta.
Sementara Timor seperti yang kita tahu akhirnya merebadge Kia Sephia menjadi Timor S515. Timor sendiri kemudian berencana untuk membuat mobil keluarga sendiri setelah sukses dengan S515 ini.
Sementara Maleo sendiri juga mengikuti langkah Timor. Mereka mengambil basis dari Rover Metro/100, kemudian dimodifikasi sedikit dan rencananya akan dipasangkan dengan mesin dari Orbital, pembuat mesin asal Australia.
Basis Rover diambil karena Rover saat itu tengah mengalami krisis keuangan. Maka tercapailah deal antara Maleo dan Rover untuk melisensi desain Rover Metro. Untuk membayar lisensi itu, Maleo harus menjual kurang lebih 10 ribu mobil per tahun.
Sebagai seorang insinyur. Pak Habibie tentu nggak mau cuma asal rebadge mobil seperti Timor. Ia pun melakukan beberapa modifikasi dari basis mobil ini.
Modifikasi Rover Metro 100 oleh Eyang Habibie
Pertama, mesinnya. Eyang Habibie mengganti mesin K-series milik Rover dengan mesin dari Orbital. Mesin Orbital ini cukup unik karena mesin ini adalah mesin 2 tak dengan kapasitas 1300 cc 3 silinder. Versi simpelnya ini mobil mau dipasang mesin RX King tapi lebih gede.
Mesin Orbital dipilih karena harganya yang sangat murah. Dengan biaya 300 ribu dolar Amerika saat itu, Orbital membebaskan Maleo untuk menggunakan desain mesinnya di mobil ini. Bahkan Orbital juga siap memberikan alat-alat untuk memproduksi mesin ini.
Sektor lain yang dimodifikasi Eyang adalah suspensi. Demi kenyamanan, ia memilih sistem suspensi hidrolik ala mobil Eropa. Ia bisa naik turun sesuai beban yang ada di mobil atau diatur oleh pengemudi. Sebuah sistem yang cukup inovatif saat itu.
Dengan fitur secanggih ini, Maleo kemudian direncanakan untuk dijual seharga 35 juta rupiah. Sebuah harga yang cukup murah untuk mobil dengan inovasi seperti ini.
Kendala Mobil Maleo Gagal Dipasarkan
Awalnya pemerintah siap menganggarkan 1.3 miliar dolar Amerika untuk 3 merk tersebut. Namun ketika Habibie menagih janji ke pemerintah, pemerintah tidak memberi dana yang dijanjikan dengan alasan menunggu hasil pemilu legislatif 1998.
Padahal saat itu Maleo telah memesan 60 prototype Maleo hatchback dan sedan ke perusahaan Millard Design, sebuah perusahaan yang khusus memproduksi mobil konsep.
Rencananya mobil ini akan dipamerkan di berbagai pameran seluruh dunia karena Habibie yakin bahwa mobil ini bakal laku keras bahkan di pasar internasional.
Saat itu, Millard telah membuat 5 prototype Maleo sedan dengan 3 trim berbeda pada April 1997. Karena Habibie belum mampu membayar, ia mengajukan penundaan pembayaran hingga 1998.
Berikut ini adalah Video Promosi dari Mobil Maleo Sedan
Yang terjadi selanjutnya menjadi akhir dari Mobil Maleo: hanya Timorlah yang dijadikan mobil nasional oleh pemerintah. Semua uang tersebut dikucurkan ke Timor untuk membuat pabrik, diler, dan lain-lainnya. Tanpa dukungan pemerintah, Maleo pun akhirnya tinggal sejarah.
Ya, Maleo sekarang tinggal sejarah. Mobil Nasional yang sangat diidam-idamkan oleh rakyat Indonesia yang dibuat oleh Eyang Habibie lenyap begitu saja.
Semoga Mobil Esemka yang baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi sedikit mengobati. Selamat jalan, Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng. Jasamu Abadi!